Gue disini, masih melongo, namun kali ini untuk memendam rasa. Gue melongo setelah menyadari betapa lucu kehidupan disini. Kalau mau
dibilang berbeda dari SMA, pastinya. Beda banget sampai terkadang gue takut,
gue lagi di dunia mimpi, dunia nyata, atau dunia peri (?). Gue udah punya
teman-cukup-dekat disini dan itu membuat gue nyaman. Jujur gue masih sama
dengan gue yang dulu, rasa pemalu itu masih ada, masih melekat layaknya tuyul
yang menggelendoti majikannya. Gue masih pasif kalau di depan publik, masih
suka gak pede dengan apa yang gue punya. Adanya teman-teman baru -yang untuk
beberapa hal langsung klop-, jujur gue jadi merasa gak sendiri dan merasa bisa
mengarungi fluktuasi drama kehidupan.
Gue cuma mau cerita sedikit, kalau gue disini mau berubah.
Gue mau banget buka topeng gue dan dikenal sebagai orang yang asik, bisa diajak
kerjasama dan banyak bacot. Kalau kalian belum kenal gue, bertanyalah sama para
sahabat di kota Depok dan teman-cukup-dekat di Bandung. Gue cuma pemalu di
awal, untuk menjaga image supaya orang gak langsung ilfeel pas pertama kenalan.
Untuk selanjutnya? Gue bakal binal sebinal-binalnya bebek binal. Gue petakilan,
suka masang muka penuh ekspresi, gak tau malu, suka ngelawak gak jelas. Meski
hal demikian tidak berlaku bagi beberapa kondisi seperti: orang baru itu anak
tenar, dominan, suka show off, atau jayus.
Gue suka nggak bisa nerima orang-orang yang kayak gitu. Bahayanya, kebanyakan
anak-anak disini gue rasa demikian. Bukan bermaksud merusak citra anak-anak
disini. Mungkin emang kulturnya beda atau emang guenya yang ‘homesick’. Sekolah
gue yang dulu isinya anak-anak yang down
to earth, humble, and friendly. Sekarang terlalu banyak kepura-puraan.
Berpura-pura paling kaya, paling cantik, paling gaul, paling pintar, paling
asik, paling ngerti seni, paling bisa bahasa Inggris, paling jago
berorganisasi, paling pintar main alat musik, paling bisa matematika bisnis,
paling bisa public-speaking. Padahal?
Yah, tebak sendiri.
Back to topic, gue intinya mau berubah menjadi lebih
proaktif, lebih membuka jati diri gue sebagai seseorang yang (sebenarnya) bisa
diandalkan, yang selera seninya bagus, yang suka kepanitiaan, yang suka paduan
suara dan orkestra, yang pintar, yang suka egois, yang cinta matinya adalah K-POP.
Tidak hanya itu, gue juga mau berubah untuk lebih mengerti anak-anak yang ‘fake’
tadi. Bagaimana pun menjadi ‘fake’ adalah hak mereka dan mereka adalah partner
belajar gue disini. Gak mungkin gue mau jadi proaktif tapi sama mereka gue jadi
ansos. Itu gak mungkin layaknya mencium jidat sendiri.
Eh tapi jangan salah ya, orang-orang yang gue bilang ‘fake’
itu emang banyak, tapi yang unmask dan baik juga banyak kok. Mereka adalah
cinta baru gue disini. Gue suka sama orang-orang yang sederhana, tidak
memamerkan kelebihan atau apa yang ia punya, jujur, dan setia kawan.
Kalau kata Einstein, tidak ada hal yang pasti kecuali
ketidakpastian itu sendiri. Bener sih, siapa tau fakers tadi kesandung batu
lalu berubah jadi lebih ke depannya atau orang yang gue kenal sebagai
sosok yang sederhana tiba-tiba kesamber kilat dan jadi hedon keesokkan harinya.
Who knows? But one thing I’m pretty sure about, is my life will be so colorful
here. There will be red, yellow, purple, blue, or even black and I’m about welcoming
all of them.
Gue masih disini, bengong, namun merasa lebih baik.
P.S. Happy Birthday Saras my best buddy ever, I fly my hugs for you. Sorry I can't be there to cheer up your day but I believe today will be so blast like a fireworks. God leads!
No comments
Post a Comment
It would be nice to share thoughts, right? Anyway, if you feel attached with my articles and eager to get a quick response, do not hesitate to email me in clarissa.affandi@gmail.com. I will reply as fast I could.