10.29.2014

Saya Introvert dan Saya Bangga

Hai halo abrakadabra! Ada keinginan yang teramat besar untuk nge-blog tapi waktunya jarang, maklum udah jadi mahasiswa tingkat akhir. IYA TINGKAT AKHIR. CEPAT SYEKALE! Gue juga sama kagetnya kok, kadang malah mikir apa gue sudah layak menjadi anak tingkat akhir alias kakak tingkat tiga? Megap-megap juga sih. Gosipnya sih yang namanya anak tingkat akhir itu bisa agak nyantai karena yang dipikirin udah mulai sedikit, keinginan untuk ikut organisasi dan kepanitiaan yang sudah tidak sebesar dulu, dan mulai fokus ke TA saja, namun sekali lagi itu hanya gosip yang belum tentu terbukti kebenarannya. Dan gue tidak setuju dengan pernyataan itu, haha! Intinya gue kekurangan waktu untuk bisa melakukan semuanya sampai-sampai gue harus bikin daily to-do-list based on priority scale karena 24jam yang gue punya tidak cukup untuk melakukan semua to-do-list gue. Cukup sih, tapi berarti gak bobo, padahal bobo adalah hal yang sakral buat gue. Ok gak penting, lanjut.

Seperti yang kalian tahu, di dunia ini ada dua klasifikasi umum psikologi manusia; introvert dan ekstrovert. Tanpa melakukan self-assessment, orang kayak gue sangat mudah ditebak masuk ke kategori yang mana (kalau emang pernah kenal), which is introvert side. Introvert ini adalah manusia dengan kepribadian ingin sendiri. Ingin punya waktu bengong sendiri. Pengen jalan ke mall sendiri. Pengen makan sendiri. Pengen baca buku sendiri, sehingga privasi adalah hal yang dianggap krusial. Merecoki kehidupan introvert dan berusaha mengganggu rutinitas atau merusak rencananya adalah bencana bagi pelaku. Jika hal itu terjadi, seorang introvert yang emosional akan langsung ngamuk dan maki-maki pelaku di depan mukanya (kalau perlu dihajar), sedangkan introvert pemendam bakal memilih untuk pergi dan menghindar dari pelaku sembari memusnahkan si pelaku sekedar di dalam imajinasinya saja. Semua ini terdengar kejam, tapi melebihi semua itu seorang introvert itu pemaaf, hanya saja kadang ia tidak bisa menunjukkannya dengan benar-benar meminta maaf karena malu atau lupa. Iya, entah ada apa dengan introvert, tapi berdasarkan hasil pengamatan gue, kami adalah orang dengan kecenderungan mudah lupa, termasuk lupa punya musuh. Nggak usah musuh, kadang ulang tahun temen sendiri aja lupa. Lupa nomer hp sendiri. Lupa nyimpen kacamata dimana (padahal lagi dipake). Lupa bedanya kiri sama kanan. Lupa kaki ini mau melangkah kemana. Pokoknya gampang lupa.

Ada satu asumsi di otak gue yang mencoba menghubungkan kenapa introvert bisa dengan mudahnya lupa. Menurut gue sesimpel karena seorang introvert itu memiliki tingkat analisa dan observasi yang lebih tinggi dari ekstrovert. Namun, kemampuannya itu tidak ia terapkan di segala aspek kehidupannya, ia hanya akan menganalisa dan mengobservasi sesuatu yang penting buat dirinya, yang mampu menimbulkan sensasi baru, atau sesuai dengan interest & passion-nya. Dengan demikian, urusan lain yang tidak termasuk dalam kategori tersebut akan dieliminasi dari otaknya, bukan berarti tidak penting, tapi otak seorang introvert sudah terbiasa mengeliminasi dan memprioritaskan hal mana yang perlu diteliti dan mana yang dianggap sebagai ordinary event (kalau terjadi ya terjadi saja), dimana ordinary event ini tidak akan terlalu kami ingat sehingga kami cenderung pelupa (di beberapa aspek). Namun, kemampuan analisa yang bagus ini kadang membuat kami disebut "the wiseman", orang yang ngomongnya jarang tapi sekalinya ngomong tuh jleb karena kami mampu menyertakan data sana sini dan mengolahnya menjadi pendapat yang terpercaya.

Setelah liat asumsi diatas, mungkin beberapa bilang, enak juga ya jadi introvert, bisa independent hidupnya, kayak jarang galau. Nah, masalahnya adalah dunia dengan arus globalisasi yang cepat ini menuntut kami harus punya muka tebal untuk berlagak ekstrovert, yang suka team working, kongkow bareng teman-teman abis ngampus, ikut rapat berjam-jam, ikut seminar berhari-hari, ikut kepanitiaan ini itu, ngobrol di networking session, dll. Padahal, kepribadian introvert itu bisa dianalogikan seperti baterai yang butuh di-charge dan baterai itu akan menjadi sangat boros jika introvert harus dimasukkan ke dalam gaya hidup ekstrovert. Bagi mereka yang sudah punya kemampuan mengelola kadar introvertnya, mereka akan mampu beradaptasi dan akhirnya bisa berubah menjadi introvert yang socially adapted alias bisa tuh masang muka tebal sok ceria, sok senang dalam kehidupan yang banyak orang dengan banyak ocehan, sok menikmati perdebatan dan turut berpartisipasi. Ibaratnya, itu adalah tipe introvert tingkat atas, nggak semua introvert bisa bertransformasi menjadi wujud itu, butuh tekad yang kuat dan latihan beberapa bulan. Tapi tetap saja, biasanya setelah beberapa hari/seminggu penuh menjadi sosok yang sok ekstrovert, baterai kami akan habis dan beberapa hari/seminggu berikutnya kami harus diam di kamar atau kembali menyendiri untuk memulihkan energi. Ribet? Ya.

Nah, ditengah keribetan yang gue tulis disini, menurut gue penting banget tau untuk tau kepribadian kita dan gimana cara ngontrol serta nyenengin diri kita sendiri. Karena pada akhirnya self-awareness dan self-management adalah hal yang bisa bikin kita bertahan meski lingkungan dan faktor eksternal di sekitar kita tidak menyenangkan atau tidak sesuai dengan ekspektasi. Kayak misalnya, gue besok rapat organisasi yang membutuhkan waktu berjam-jam, maka sehari atau dua hari sebelumnya gue harus menyendiri dulu (kalau gue tipe yang suka di kamar aja atau ke toko buku) dan nyenengin diri gue sendiri selama proses semedi berlangsung. Gue udah tau apa-apa aja yang bisa bikin gue senang sehingga gue bisa menyenangkan diri gue sendiri dengan mudah, misal beli gorengan lengkap dengan cabe hijaunya, beli 10 butir bola ubi, beli buku tentang art atau marketing di Periplus, nonton Masterchef, dll. Dan bagi introvert, kesenangan sepele seperti itu adalah kesenangan yang bisa bikin benar-benar senang dan mendukung proses semedi/charging. Contoh lain gue tahu gue mudah lupa maka gue bikin daily schedule atau kadang sampe nge-recruit orang jadi asisten pribadi buat ngingetin ini-itu. Pokoknya hal-hal yang perlu diantisipasi dari menjadi introvert sudah berusaha gue pelajari. Tapi ya, sebagai introvert yang emosional kadang suka lepas kendali juga sih. Hal yang paling gue benci sih panas. Panas bener-bener bikin gue marah dan gak mood kemana-mana, bener-bener bikin ngedown. Selain itu, tiba-tiba berada di lingkaran gosip dengan mayoritas orang ekstrovert juga kalau guenya nggak siap bisa bikin muka gue amat datar dan mengeluarkan aura "aku ingin pulang dan menyendiri" (dan teman-teman gue bilang gue paling ahli ngeluarin aura negatif yang menyatakan "ingin sendiri and you get lost!", haha maafkan).

Yaudah kurang lebih gitu sih hasil analisa gue. Ini gue bikin ini gak nyari referensi di google lho, murni hasil pemikiran pribadi, murni asumsi, jadi maaf kalau ada salah kata. Gue pamit dulu mau baca isu-isu terkini terkait bisnis dan politik. Maaf gue kali ini nulis blog dengan topik sok serius hahahahahahahahahahaha. See you dan selamat merefleksikan diri!


© A Myriad of Words
Maira Gall