Gak terasa, udah hampir setahun saya jadi murid sekolah
fashion design, tepatnya sudah 9 bulan. Berasa lagi hamil ya tapi nggak ada
bayinya, yang ada pengalaman jungkir-balik yang gak akan saya lupakan. Tulisan
ini saya buat untuk calon – calon fashion designer diluar sana, yang masih ragu
sama karyanya, yang pesimis akan bertahan di industri ini, dan yang masih ragu
apakah dirinya memang pantas menjadi desainer atau tidak.
Ketahuilah, manusia cecurut yang membuat postingan ini gak
kalah cupu dari kalian. Saya gak pernah menjahit, saya gak pernah membuat pola
pakaian, saya gak pernah menggambar fashion illustration, bahkan saya gak
pernah kepikiran mau jadi fashion designer. Tapi terus saya masuk ke Esmod
Jakarta berbekal naluri dan (sedikit) talenta. Entah gimana caranya, saya dapat
ilham kalau saya harus cobain dan mengembangkan semua talenta yang sudah Tuhan
kasih buat saya. Ada yang bilang saya nekad, ada yang bilang saya aneh, ada
yang bilang saya kehilangan arah. Saya yang cumlaude dan bergelar sarjana
manajemen dari ITB kok tiba-tiba belajar hal-hal teknikal seperti ini, semua
teman-teman saya pasti sempat bingung dan menganggap saya bercanda. Bukan hanya
teman, seseorang yang spesial dan pernah dekat dengan saya waktu itu menganggap
saya mengambil keputusan yang salah dan telah menyia-nyiakan gelar saya.
Hubungan kami pun berakhir begitu ia mengucapkan itu. Bisa kalian lihat, begitu
besar perjuangan saya bahkan sebelum memulai perjuangan yang sesungguhnya di
sekolah fashion design ini. Beruntung orang tua dan sahabat-sahabat dekat saya sangat
supportive. Mereka adalah malaikat yang Tuhan kasih untuk menguatkan saya.
Dengan hati yang terluka dan pikiran yang sedikit terbeban, dimulailah babak
baru dalam hidup saya.
Perjuangannya disini tentu tidak mudah, apalagi saya memang
belajar benar-benar dari bawah. Saya buta banget hal-hal teknis seputar dunia
fashion. Masih terekam di pikiran saya, saya gemeteran pas awal mula
mengoperasikan mesin jahit, begitu juga pas mau ngasih warna (entah pakai cat
air atau copic marker) ke gambar, biasanya saya mondar-mandir dulu plus keringet
dingin takut ngasih warnanya gagal dan malah bikin jelek sketsa gambar saya,
terus saya juga suka keringet dingin pas pelajaran pattern drafting (membuat
pola) karena takut gak teliti ketika membuat garis dan lengkungan. Kalau pas
pengukuran ulang ternyata ukuran saya beda dikit sama teman-teman saya,
frustasi banget rasanya. Gak ngerti salah dimana padahal udah mencoba presisi. Terus
apa yang saya lakukan untuk mengatasi itu semua? Hanya 2 hal. 1 hal yang
pertama kalian pasti udah sering dengar: PRACTICE. Saya rajin berlatih, dari
mulai membeli mesin jahit murah meriah dan latihan menjahit sendiri, membeli
seperangkat alat mewarnai (dari mulai copic marker warna-warni, KOI water
color, pensil warna khusus untuk mewarnai skin tone) dan rajin menggambar
sendiri, dan rajin ke pasar Mayestik sendirian buat kenalan sama jenis-jenis
kain dan aplikasinya. Hal kedua ialah: PRAY. Berdoa semoga Tuhan selalu
menyalakan api semangat di dalam diri saya. Karena kalau sampai api itu padam,
tamatlah riwayat saya dan sia-sialah dukungan orang tua dan sahabat-sahabat
saya. Pokoknya selama berjuang di Esmod, saya belajar banget buat rapi dan
bersih ketika bekerja (karena itu menjadi poin plus plus plus plus plus plus
dalam penilaian Esmod -meskipun saya tetap gak bisa serapi dan sebersih itu sih
haha, emang bawaan dari kecil agak berantakan), saya juga belajar untuk on time
karena telat semenit aja nilai dikurangin hahahaha (ini berlaku untuk modology
/ task submission dan absensi di kelas), juga belajar gimana caranya
me-maintain creative process supaya tetap jalan meski lagi bosan dan gak mood. Salah
satu caranya adalah dengan take your time hehe. Istirahat dengan memanjakan
diri, terus pelan-pelan temukan inspirasimu dari berbagai aspek. Jangan takut
bertanya dan eksplorasi. Rajin-rajin aja sharing sama teman dan guru tentang
trend fashion yang terbaru, terus eksplorasi juga untuk details dan fabric
manipulation supaya karya kita gak monoton dan terus berkembang. Terakhir, saya
juga belajar untuk tidak mudah puas. Biasanya kalau sudah membuat suatu karya,
saya minta pendapat ke 2-4 orang yang menurut saya judgmentnya bisa dipercaya.
Jika memang beberapa orang kurang suka, ya saya gak boleh marah, justru itu
menjadi bahan revisi yang saya yakini bisa meningkatkan kualitas karya saya.
As the result, saya dapet predikat best student for odd
semester kemarin (tapi saya pesimis tetap dapet best student lagi semester ini hahaha).
Saya juga sudah diterima magang di Happa, ready-to-wear-nya Mel Ahyar, selama 3
bulan. Proyek terakhir saya untuk Esmod adalah merampungkan kostum untuk Jember
Fashion Carnaval tanggal 13 Agustus nanti, benar-benar pengalaman yang seru
banget lho bisa ngerjain kostum yang demikian ribet dan banyak aksesorisnya.
But in the end, it worth my time and energy. Dan semua ini gak akan mungkin
bisa capai tanpa dukungan dari Tuhan, orang tua, sahabat-sahabat, dan seseorang
yang menemani 8 bulan perjalanan saya di Esmod. Dia luar biasa. Meski expertise
dia di bidang legal & law (which is beda banget sama apa yang saya
kerjakan), tapi dia selalu mencoba memahami apa yang saya kerjakan dan menjadi
pendukung nomor 1 untuk apapun yang saya pilih. Saran-sarannya selalu
membangun, pembawaannya dewasa, dan selalu sabar serta berkepala dingin ketika
menangani saya yang mudah labil dan emosian. He is the cure from God that I can’t
thank Him enough. Really.
Untuk menyudahi post yang panjang ini, saya sekali lagi
ingin mengingatkan, kesuksesan itu bukan diraih dengan hasil kerja semalam. Hargai
proses mu, bahkan ketika prosesnya harus lebih lama dan lebih sulit. Jangan
tergantung sama orang, tetapi milikilah motivasi yang datang dari internal.
Pray and practice, that’s it. Dan jika pada akhirnya kalian menemukan bahwa
menjadi fashion designer bukan jalan hidup kalian, that’s very okay. Just move
on to the next door. Selamat berjuang dan menemukan 😊