8.10.2016

Berjuang untuk Seimbang

Ketika post ini dibuat, saya lagi lelah-lelahnya sampai mau nangis. Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, energi saya habis sehabis-habisnya bahkan minus mungkin ya. Badan loyo, mata belel, suara serak, tangan sakit, dan pikiran lalu-lalang kayak jalanan di Sudirman (untung badan wangi). Sudah 3 bulan ini saya lagi latihan menyibukkan diri sebelum pertengahan September nanti sekolah fashion. Niatnya sih warming up biar pas mulai kuliah lagi gak keteteran, tapi ternyata gak juga. Ini realita kehidupan saya sebagai fashionpreneur dan desainer grafis. Ini bukan warming up. Ini inti hidup saya.

Mungkin relasi terdekat saya sudah sangat paham. Saya itu anaknya ambisius, kalau sudah senang sama satu hal bakal dikejar sampai mati, kalau sudah niat akan saya lakukan meski harus babak belur. Dan itu yang sedang saya lakukan akhir-akhir ini, saya ingin pencapaian lebih atas apa yang saya punya. Kalau kalian tau Teori Hierarki Maslow, titik puncaknya disebut sebagai Self Actualization. Nah kurang lebih saya lagi butuh itu. Kadang orang malah nyinyir dengan bilang "Lo ngotot banget ngelakuin ini ngapain sih? Santai aja keleus. Gak usah terlalu heboh". Sebenarnya orang ini gak salah juga ngomong gini karena saya emang kalo diliat-liat kaya anjing liar ngejar semuanya. Tapi jangan salahin juga karena memang kebutuhan saya yang dibawah-bawah (masih berdasarkan teori Maslow) sudah terpenuhi. Sudah cukup. Sekarang saya cuman ingin talenta yang saya sadari sangat besar dan berguna buat banyak orang ini bisa dimaksimalkan sampai mentok. Apalagi sebagai anak berdarah seni yang tidak berlatar pendidikan seni, saya merasa butuh membuktikan kalau saya bisa juga membuat seni meski saya harus membayar lebih mahal, seperti: saya harus ikut les Adobe Photoshop, Adobe Illustrator, dan Adobe Indesign; saya kalau bikin karya lebih lama dan masih suka gak efektif gak kayak anak seni lain (karena jam terbang yang masih kurang dan kurang memahami teori fundamentalnya), saya harus jauh-jauh ikut workshop tentang desain supaya bisa dapat networking dan dapat insight baru. Alhasil tidur saya kayak kalong, tiap hari ngerasa capek luar biasa, saya jadi suka sakit (flu berat doang, tapi tetap aja irritating). Ditambah saya anaknya susah nolak. Semua proyek saya iyain karena saya ingin menabung untuk satu dan lain hal, selain itu saya juga belajar membayar semua liabilities dengan uang sendiri. Biarin aja sedikit dulu gaji saya, tapi saya udah bisa bantu bayar ini itu. Saya bukan gila uang. Bukan. Puji Tuhan rejeki selalu ada untuk saya. Saya cuman ingin berdampak positif dengan cara dan talenta saya.

Dan kalau kalian pikir saya sudah mau berhenti nyerocos, kalian salah.

Saat ini bisnis pribadi terus meningkat perkembangannya, sekarang Start From The Bottom buka di Seibu Grand Indonesia, sales harian juga jauh naik baik online maupun offline, brand awareness mulai terbangun. 3 hari sekali saya harus nerima telepon dari Seibu atau e-commerce yang kami masukin untuk pelaporan stock, belum lagi ada aja yang seneng ngajak meeting, belum lagi ada customer yang minta desain scarf customized. Selain itu, sejak saya work from home dan adik saya terdepak ke Bandung untuk kuliah, keluarga saya lebih banyak butuh tenaga saya. Sebagai anak yang tahu diri, saya jabanin semua yang orang tua saya minta. Disuruh nganter ke arisan, ayo. Disuruh datang seminar, ayo. Disuruh ngurus e-ktp, ayo. Disuruh belanja bulanan, ayo. Disuruh nyetirin ke Bandung nengok adik saya, ayo. Belum cukup sampai disitu, sebagai makhluk sosial tentu saya juga punya teman. Nah, untuk menjaga relasi yang baik tentu saya harus manut kalau diajak ketemuan atau bantuin sesuatu. Meski mayoritas teman-teman saya berdomisili di Jakarta, ya tetap saya ikutin kalau mau pada kongkow di Jakarta. Padahal tahu sendiri lamanya menempuh kemacetan Depok-Jakarta udah kayak tur pindah galaksi. 24 jam buat saya benar-benar gak cukup. Ini gila. Saya ingin kegilaan ini berakhir tapi saya suka dan butuh kegilaan ini.

Nah kalau otak sudah mendidih gini, baru saya tobat,

Sudah belum sih saya mengejar kerajaan Allah? Kenapa sih yang di otak saya cuman hal-hal duniawi? Bahagiakah saya dengan kehidupan seperti ini? Sudahkah saya bersyukur atas rejeki dan kesibukan ini? Apa saya mau seperti ini terus sampai 10 tahun kedepan? Apa saya mau menjadi sosok anak, kakak, istri, ibu, tante, nenek yang seperti ini? Saya pun baru sadar apa yang saya perjuangkan selama ini adalah semu karena semuanya berat sebelah. Perjuangan saya yang sesungguhnya adalah bagaimana agar semua seimbang dan dengan memprioritaskan kerohanian saya, saya menjadi sosok yang terbaik dari segi dunia dan akhirat. Untuk orang-orang yang tengah memperjuangkan hidupnya supaya lebih berarti, mari berjuang bersama :)

Oiya, ini sedikit hasil kursus Adobe master class saya (click for larger picture) hehe cheers!

No comments

Post a Comment

It would be nice to share thoughts, right? Anyway, if you feel attached with my articles and eager to get a quick response, do not hesitate to email me in clarissa.affandi@gmail.com. I will reply as fast I could.

© A Myriad of Words
Maira Gall