9.06.2010

Phoenix atau Roc?

Ketika gue mulai menulis kata K pada 'ketika' di awal kalimat, hujan mulai turun rintik-rintik dan mendadak suasana di rumah gue menjadi adem, sejuk, tenang, dan sunyi. Hanya terdengar denyutan keyboard qwerty yang ditunyuk-tunyuk oleh seorang autis secara serampangan. Ya itu gue! hehehehe. Pagi ini gue sedang sendu. Bukan galau. Ingat itu! Karena gue bukan seperti kebanyakan remaja labil yang kerjanya ngupdate status twitter atau bbm dengan 5 huruf nonsense itu. Mungkin ada saatnya gue galau, tapi nggak akan gue publikasikan.

Mengapa gue sendu? Karena gue kangen seseorang dan gue benci harus mengakui hal itu. Kenapa? Karena sudah terlalu sering gue share sana-sini kalo gue kangen orang itu. Kangen banget sampe rasanya pengen nyamper ke rumahnya, gedor-gedor pintunya terus meluk. Binal sih. Tapi kangen kali ini memang beda! Beda dengan saat gue kangen Nardo. Beda saat gue kangen Olive, iguana gue yang meninggal 6 tahun yang lalu. Beda saat gue kangen sama Saras. Beda saat gue kangen sama Super Junior (ok, mengenai ini akan gue bahas lebih lanjut di postingan KHUSUS selanjutnya HEAHAHAHAHA). Karena gue kangen dengan sahabat gue yang lain. Sahabat ini beda dengan Saras. Beda gender doang sih haha. Tapi baiknya sama. Eh enggak deng, Saras tetap paling baik (ok, jangan mengetik kata Saras terlalu banyak disini atau dia akan kegeeran). Perlu gue sebut namanya? Rasanya tidak apa-apa. Toh dia bukan public figure yang terkenal. Dia hanya terkenal di hati gue. Namanya Fakhreza Dwiputra Suparyadi, yang untuk selanjutnya akan disingkat menjadi Faza. Ok? ok laaah.

Yah, anak cowok yang tidak lebih tinggi dari gue ini banyak memberi gue pelajaran hidup. Bahwa meski beda kepercayaan, beda gender, beda sifat, kita bisa bersatu. Bersatu karena kita punya tujuan yang sama. Kami suka mitologi Yunani, Mesir, Nordik, dan Roma. Kami suka berbagai makhluk fantasi. Kami suka sejarah. Kami suka semua hal tentang konspirasi dunia. Yang kalo ditelaah kok kayaknya hal-hal berbau IS semua ya. Hal mendasar itulah yang sempat membelokkan niat gue yang tadinya ingin masuk program IA menjadi IS. Tapi mama berkata lain, gue tidak diizinkan. Kesedihan gue pun bertambah saat tau kalo Faza ternyata jadi anak IS. Udah jarak kelasnya jauh. Ditambah nomer hp-nya yang nonaktif. Terus, kita berdua jadi punya kesibukan masing-masing pastinya. Padahal, tujuan awal kita tuh membuat buku tentang mitologi yang pakai bahasa kita sendiri, jadi (mungkin) banyak anak remaja yang ingin ikut terhisap ke dalam dunia mitologi yang asik.

Kenapa bikin proyeknya kok buku? Karena itu didasari oleh pengalaman gue. Kala gue masih sebagai rockie di bidang mitologi, gue pun ke Gramedia untuk membeli buku tentang hal itu.
Gue: mbak, disini ada buku tentang mitologi nggak?
Mbak-mbak: He? Mikologi?
Gue: itumah ilmu jamur, nyong. Bukan, mi-to-lo-gi.
Mbak-mbak: maaf? mikro? Apa apa?
Gue: mitologi mbak, nggak tau nih? Atau emang elunya aja yang geblek?
Mbak-mbak: yang mengenai buah-buahan itu ya? Ha! terbukti, gue nggak geblek!
Gue: salah! Itu tentang dewa-dewi, mbak. See?
Mbak-mbak: oke, gue geblek. Em...sebentar ya saya cari dulu.
*setelah menunggu cukup lama
Mbak-mbak: nggak dijual dek disini.
Gue: sip, makasih. Gue yakin lu salah ngetik di komputer pencari itu. GUE YAKIN!
Semenjak kejadian itu gue mengambil kesimpulan, bahwa belum semua orang tau setidaknya apa itu mitologi. Boro-boro tau artinya, tau tulisannya aja enggak. Mungkin saja buku itu sebenernya ada disana. Mungkin......

Tapi kayaknya proyek itu terancam gagal. Sekalipun tidak bisa melanjutkan proyek itu, gue berharap kami tetap bisa melanjutkan hubungan pertemanan ini. Karena gue merasa nyaman aja kalo lagi ngobrol sama dia. Kita kayak kerasukan apa tau, jenglot kali, yang pasti kami akan terus nyerocos hingga guru mapel masuk. Gue merasa nyaman ketika kala itu X-5 sedang sibuk dengan dunianya dan gue terbelakang, tetapi dia tiba-tiba disamping gue, nyodorin laptop, dan kita nonton tentang konspirasi bersama. Dan pernah, dengan tumbennya, dia nyetelin lagu Secondhand Serenade yang apaa gitu lupa. Biasanya gue akan acuh karena emang nggak suka. Tapi ketika dia yang nyetelin, rasanya beda. Gue dengerin sampe habis meski gue tetap nggak suka lagu itu.

Belum lama ini gue nulis gini di twitter, "
Nonton Percy J. & the Lightning Thief, mengingatkan aku akan eksistensi Faza yg kini bhkn lebih samar ketimbang dewa dewi Yunani. I miss you, bestfriend". Setelah itu gue merasa bodoh, kenapa juga gue nulis gini disini. Kalo mau ya di fb, dimana dia juga punya akunnya. Gue juga pernah nulis ginian di twitter, "Biarlah cinta itu seperti Phoenix adanya. Yang tak lekang oleh waktu. Yang tak musnah dimakan zaman". Ada apa dengan Phoenix? Phoenix adalah binatang fantasi kesukaan dia. Dan..oiya, cinta yang dimaksud disitu bukan cinta yang macem-macem. Ya...meski gue bodoh, tapi setidaknya gue mau berusaha menciptakan pertemanan yang abadi. Kalo dia nggak mau, ya nggak apa-apa, berarti istilah Phoenix tidak tepat disandingkan disitu. Seharusnya mungkin Roc, burung pada mitologi Saudi yang punah ditelan zaman.


4 comments

  1. caelah,, Icha.. :p hahaha
    tapi sebetulnya buku itu ada di bagian anak2 kecil kalo lo mau nyari di gramedia atau gunung agung atau toko buku lainnya..

    ReplyDelete
  2. Hehehehehehe apadah kaaaaaaaak. Masa sih? belum pernah lho gue dapet satu buku pun tentang myth. Satu2nya sumber ya Faza dan internet hekekekek. Thanks kak!

    ReplyDelete

It would be nice to share thoughts, right? Anyway, if you feel attached with my articles and eager to get a quick response, do not hesitate to email me in clarissa.affandi@gmail.com. I will reply as fast I could.

© A Myriad of Words
Maira Gall